Indonesia di tahun 2011-2012 ini begitu ‘dibanjiri’ oleh klub, pemain, bahkan pelatih top manca negara sebut saja LA Galaxy, Inter Milan, AC Milan Legend, EPL Master,Giovanni Van Bronchost, Edwin Van Der Sar, Cesc Fabregas, Xabi Alonso, Jose Mourinho, dan Pep Guardiola. Bahkan saat tulisan ini dibuat rencananya juga akan hadir Pepe dan Arbeloa dan rencananya di bulan Juli ini juga akan datang QPR, Everton, Galatasaray.
Positif bagi semua pihak
Hal ini tentu saja menjadi hal yang positif bagi seluruh pihak. Bagi pecinta sepakbola di Indonesia karena dapat dari dekat menyaksikan klub, pemain, pelatih yang selama ini hanya dapat disaksikan di televisi ataupun kalo mau melihat langsung harus mengeluarkan dana yang lebih besar. Bagi pesepakbola kita yang mendapat kesempatan tampil berlaga bersama juga sudah tentu mendapatkan pengalaman yang sangat mahal nilainya. Bagi PSSI sebagai induk organisasi hal ini menjadi salah satu prestasi yang dapat diraih, dimana kalau era sebelumnya sangat sulit, sekarang sudah ada ‘kepercayaan’ dari dunia internasional. Bagi penyelenggara tentunya juga menjadi hal yang menguntungkan karena secara portfolio mereka dapat dipercaya oleh berbagai pihak dan secara komersial mereka juga mendapatkan untung dengan banyaknya sponsor yang mendukung acara yang dibuat. Sementara bagi sponsor sendiri bagaimana? Penulis belum melakukan riset secara mendalam tentang hal ini, namun dengan banyaknya sponsor setiap acara yang melibatkan baik itu Klub, Pemain maupun Pelatih asing paling tidak menunjukan secara tidak langsung bahwa mensponsori acara serupa adalah ‘good business’ untuk mereka (pihak sponsor).
Ironi dukungan sponsor
Penulis sependapat bahwa hal ini menjadi suatu hal yang positif bagi persepakbolaan Indonesia, namun ironinya, sponsor-sponsor tersebut berlomba ingin bekerja sama ketika ada kaitannya dengan klub,pelatih maupun pelatih asing. Masih belum percaya?
Pihak sponsor lokal sekarang ini bahkan bukan hanya berani untuk memberi dukungan pada acara serupa, namun juga langsung dengan menjadi sponsor resmi dari klub atau pemain tertentu, sebut saja Kacang dua kelinci menjadi sponsor resmi Real Madrid, Biskuat menunjuk Cesc Fabregas sebagai Brand Ambassador, Bank Danamon menjadi sponsor resmi Manchester Uniter, Bank BNI menjadi sponsor resmi Chelsea FC dan yang terhangat adalah Garuda Indonesia menjadi sponsor resmi Liverpool FC.
Hal ini sungguh bertolak belakang dengan yang dialami oleh klub-klub lokal di Indonesia baik di IPL maupun ISL dimana banyak klub saat ini tidak mampu mendapatkan sponsor yang berdampak pada ketidakmampuan membayar hak gaji pemain mulai dari 2-6 bulan.
Bagi sebagaian pengamat berpendapat bahwa pihak sponsor tidak nasionalis karena lebih mengutamakan mensponsori klub asing, namun sebagian yang lain justru mendukung karena yang sering terjadi selama ini justru banyak ruginya jika memberikan sponsor pada klub lokal. Penulis tidak memberikan opini mana yang lebih tepat dari dua analisa di atas, namun lebih ingin mengajak pembaca berpikir bersama tentang masalah sponsorship ini.
Sponsorship adalah dukungan baik finansial maupun non finansial kepada suatu organisasi, orang, atau aktivitas yang dapat dipertukarkan dengan publisitas merek dan suatu hubungan. Sponsorhip dapat membedakan sekaligus meningkatkan nilai suatu merek. Sponsorhip pada akhirnya diharapkan meningkatkan pendapatan perusahaan mereka. Nah, sekarang apakah tujuan dari sponsorship itu dapat dicapai dengan mendukung klub-klub lokal di Indonesia?
Dualisme Pengurus dan Liga
Adanya dualisme ini membuat para sponsor tidak dalam keadaan yang ‘secure’ karena mereka seperti berada di persimpangan jalan. Ingin mensponsori liga yang resmi namun sepi penonton dan tidak dimainkan oleh pemain-pemain terbaik membuat publisitas tidak tercapai, namun sebaliknya mensponsori liga yang satunya walau ramai penonton dan pemain terbaik tapi tidak resmi dapat bertentangan dengan kebijakan perusahaan dan membuat image yang tidak baik bagi perusahaan;
Profesionalitas Pengelola Liga dan Klub
Menjadi hal yang umum diketahui publik bahwa birokrasi juga menjadi penghambat para sponsor untuk dapat memberikan dukungan di klub-klub lokal kita. Sudah banyak kisah yang berisikan tentang kekecewaan pihak sponsor manakala memberikan dukungannya baik bagi liga maupun klub-klub lokal kita. Masih sedikit yang managemen klubnya sudah dikelola secara profesional dan memiliki business plan yang SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realictic, Timeline) serta keuangan yang akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini tentu bertolak belakang dengan kebijakan perusahaan yang justru harus mengedepankan akuntabilitas dari setiap kerja sama yang dilakukan;
‘Unsportmanship behavior’ Pesepakbola dan Wasit di Indonesia
Liga di Indonesia suka tidak suka, setuju tidak setuju masih sangat sering dibumbui dengan perilaku pemain maupun wasit yang tidak mencerminkan sportivitas. Perkelahian antar pemain, protes berlebihan kepada wasit yang keputusannya memang sering kontroversial masih terus dapat kita saksikan dalam liga sepakbola kita. Apakah ini yang diinginkan perusahaan yang memberikan sponsor? Bahkan kadang mereka berkelahi di depan a-board dari perusahaan mereka di pinggir lapangan;
Penonton yang Rusuh
Setali tiga uang dengan pesepakbola dan wasit, sangat disayangkan masih ada kalangan suporter yang belum menyadari bahwa kerusuhan hanya akan berdampak negatif bukan hanya bagi dirinya sendiri, namun juga bagi semua pihak termasuk sponsor. Jika tidak ada sponsor siapa yang akan memberikan dukungan dana bagi klub yang dicintai oleh suporter tersebut?
Kalau itu menurut penulis, bagaimana dengan anda, mengapa perusahaan lokal (justru) mensponsori klub asing?
Valentino Simanjuntak
General Manager APPI